Laman

Kamis, 28 Agustus 2008

Antara Aku, Ulat dan Kupu-kupu

Hari terus berganti; daun yang hijau lalu kuning dan mengering; bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan tua; ulat, kepompong, lalu kupu-kupu; di dunia ini tidak ada yang terus menerus seperti adanya, semua akan berubah kecuali perubahan itu sendiri. Tanpa kita sadari, kita dituntut untuk terus berubah, coba saja ingat kembali, dulu kita TK, SD, SMP, lalu SMA dan sekarang ITB. Dan jangan lupa juga perubahan itu kita usahakan, kita harus sekolah, belajar, mengikuti ujian dan akhirnya sampai sekaran ini banyak pengorbanan yang harus kita lakukan untuk berubah. Tidak hanya kita, cobalah lihat seekor kupu-kupu, apakah ia terlahir langsung dengan raga yang berwarna, indah, anggun dan menawan, tak sedikit para pujangga dan penyair menggunakan namanya untuk melukiskan keindahan sesuatu. Tentu kita tahu bersama, ia tidak dilahirkan langsung seperti apa yang kita tahu tantang kupu-kupu, kupu-kupu berasal dari seekor ulat kecil, berbulu, dan menjijikan, sampai-sampai jika kita melihatnya ingin rasa untuk menginjaknya. Lalu bagaimana si ulat yang menjijikan berubah menjadi sang kupu-kupu yang anggun nan menawan ? si ulat masuk membungkus dirinya dengan kepompong dan berdiam diri di dalamnya. Lama dan membutuhkan kesabaran, setelah memakan waktu yang tak sedikit, mulailah ia mencoba untuk keluar, sulit, tapi inilah ujian yang akan membuat sayapnya bersih dari lendir dan menjadikannya anggun nan menawan, butuh kerja keras, tapi inilah yang akan membuatnya terbang bebas menghampiri setiap bunga yang mekar di taman. Ya... semua itu butuh kesabaran, pengorbana, kerja keras, dan tekad untuk berubah. Tapi, akhirnya si ulat telah menjadi kupu-kupu, terbang bebas dengan keanggunannya menghampiri bunga-bunga dan merasakan indahnya dunia. Subhalaullah, inilah Metamorfosis.

Lalu bagaimana dengan kita, manusia, dapatkah kita berubah seperti ulat yang mendapatkan keanggunan dengan menjadi kupu-kupu. Jika kita sadari, sebenarnya kita sebagai umat Islam memiliki “kepompong” tersendiri yang Allah SWT anugrahkan kepada kita, RAMADHAN, itu adalah “kepompong” bagi kita untuk dapat menjadi “sang kupu-kupu”. Ramadhan tidak hanya Allah anugerahkan kepada kita satu kali dalam hidup kita, sebagaimana Allah menganugrahkan kepompong kepada ulat untuk menjadi kupu-kupu. Allah menganugrahkan kepada kita Ramadhan setiap tahun, namun sering kali manusia mengabaikan “fase metamorfosis” ini. Di bulan Ramadhan kita diwajibkan melakukan syaum (puasa) untuk melatih kesabaran, keikhlasan, jiwa dan raga kita, menjadikan salat tarawih sebagai salat malam kita agar kita lebih dekat dengan-Nya, adanya I’tikaf untuk meningkatkan totalitas kita pada Allah SWT, tidak lupa dengan malam seribu bulan di salah satu malamnya sebagai “kado terindah”, serta lipat ganda dari semua amalan-amalan kita. Dan ketika kita keluar dari “kepompong” Ramadhan, kita menjadi manusia yang insya Allah disucikan oleh Allah dari dosa. Sebuah metamorfosis yang lebih baik dari sekedar si ulat menjadi sang kupu-kupu, Ramadhan adalah sebuah fase metamorfosis dari kita sebagai hamba Allah agar menjadi lebih bertakwa sebagaimana terdapat dalam penggalan ayat berikut : ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al-Baqaah:183).

Jangan pernah melewatkan Ramadhan-mu dengan sia-sia, karena ulat pun tak ingin selamanya jadi ulat. Siapkan dirimu, buat target-target di bulan Ramadhan, siapkan jiwa dan raga mu. Ingatlah kita tak akan pernah tahu apakah kita akan bertemu dengan Ramadhan yang berikutnya, atau kita akan dapat menyelesaikan Ramadhan ini, bahkan apakah kita dapat menuntaskan hari ini. Ulat pun sangat menantikan kepompongnya untuk menjadi seekor kupu-kupu, lalu bagaimana dengan kita dan Ramadhan ? UBAH DIRIMU DENGAN RAMADHAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar